twitter


Bagi teman2 yang ingin download, masuk ke sini

Hal yang perlu diperhatikan..
1. Dalam jarkom ini semua ikut andil dalam penyebaran informasi. Sesuai dengan slogannya "Information is Our Responbility"
2. Jika ada nomer yang salah atau ganti, segera hubungi DONS
3. Cara membacanya dari atas ke bawah. Setiap orang mengirim 2 SMS dan menerima 2 SMS, kecuali orang dengan posisi pojok kanan atas yang hanya mengirim 1 SMS. Tetapi tetap menerima 2 SMS.
4. Jarkom ini mulai berlaku tanggal 14 September 2010. Jadi sebelum waktu itu, temen2 sudah mendownload dan memiliki print-outnya untuk memudahkan teman2 dalam ber-jarkom ria.

Selamat mencoba Kawan-kawanku ^^







PERHATIAN! Bukan gambar sebenarnya, hanya sekedar ilustrasi
Malam itu, setelah lelah berjalan kaki di kegelapan Kota Surabaya, akhirnya aku mendapatkan kesempatan duduk di kursi empuk taksi. Hampir satu jam aku menyusuri beberapa kilo jalanan Kota Surabaya dengan ibu tercinta.

Selama di jalan, aku terus memandangi argo yang berganti angka setiap beberapa menit. Jalan yang dilewati oleh taksi itu sama sekali tak kukenal. Jadinya sekalian saja kunikmati perjalanan itu, walaupun tubuhku sudah sangat lelah.

Aku kembali teringat beberapa menit yang lalu ketika kami terlunta, tiada kendaraan untuk pulang ke Madiun. Padahal malam itu adalah permulaan bulan mulia, di mana para jamaah masjid sudah melaksanakan shalat tarawih berjamaah. Sedangkan kami masih di perantauan dengan nasib yang belum jelas.

Sempat kutengadahkan doa kepada Yang Maha Kuasa. Kemudian kami mencoba berpindah tempat mencari peruntungan yang lain. Sebuah SMS masuk, sebuah doa dari seseorang nun jauh di sana untuk kami. Aku memang memberitahukan kepadanya tentang keadaan kami. Dan, “Subhanallah!” sebuah taksi datang. Kami langsung naik.

Alhamdulillah.

Taksi berwarna biru muda yang kami tumpangi melaju tenang di tengah padatnya arus lalu lintas Kota Surabaya. Pekatnya malam membuat kelap-kelip lampu kota menyala terang. Sekitar dua puluh menit berjalan, kami telah sampai di Terminal Bungur Asih.

Seusai melaksanakan shalat Isya’ yang tertunda, kami langsung menuju ke tempat bus antar kota. Setelah yakin dengan pilihan busnya, tanpa banyak menunggu kami menaiki salah satu bus tujuan akhir Yogyakarta. Kami naik lewat pintu depan. Sesaat setelah masuk ke dalam, mataku menangkap dua sosok orang yang tadi pagi sempat kubicarakan.

***
Kembali ke beberapa jam yang lalu, ketika aku masih dalam perjalanan berangkat menuju Surabaya. Dari terminal Purbaya Madiun, aku bertemu dengan salah seorang kawan yang juga punya tujuan sama. Dalam perjalanan panjang itu, kami membicarakan banyak hal. Mulai dari masalah pendidikan, sampai dengan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan diri kami.

Sempat aku menyampaikan seseuatu hal yang mengganjal di hati. Benar-benar mengganjal, sehingga hal itu membentuk suatu harapan yang tulus dari dalam hatiku. Bukan hal yang penting sebenarnya.
“Dang,” begitu aku memanggil kawanku itu. “Kok gak ada bule naik bus ya?”

Pertanyaan itu merupakan ungkapan keherananku pada bule yang ada di Indonesia. Mereka tak pernah kulihat naik bus, entah bus kota ataupun bus untuk perjalanan jauh. Karena waktu naik kereta aku pernah melihat beberapa orang bule, sedangkan di bus sama sekali belum pernah. Sekedar lelucon sebenarnya, tetapi beberapa jam nanti ternyata aku mendapatkan pelajaran dari lelucon itu. Seperti halnya aku yang menganggap ini sebuah lelucon, kawanku menjawabnya dengan lelucon pula.

“Kalau bule biasanya naik kereta eksekutif.” Jawabnya ringkas. Kemudian ia bercerita beberapa hal yang berhubungan dengan kereta, tak kurekam secara penuh memori itu.

***
Dua orang, laki-laki dan perempuan. Berambut keriting dengan bentuk muka bersudut, lonjong, jauh dari paras Asia, berkulit putih. Bule. Merekalah yang kulihat pertama kali saat masuk ke dalam bus. Setelah mendapatkan tempat duduk, aku bergegas mengabari kawanku tentang kejadian yang barusan terjadi via SMS. Rupanya dia juga tak mengaggapnya hal serius. Tak lama setelah itu, aku larut dalam tidur panjang di samping ibu yang terlihat lelah. Suasana ramai bus tak membuat kami terbangun selama di perjalanan.

***
Saat motor hitam yang kami tumpangi melaju di kesepian Kota Madiun, aku tersadar akan sesuatu hal. “Subhanallah.” Ucapan itulah yang keluar dari bibirku. Hal yang luar biasa baru saja terjadi.

Mungkin karena pekatnya kotoran yang menutup hatiku, sampai-sampai kejadian luar biasa itu tak bisa kusadari secara langsung. Perkara bule adalah perkara yang sepele. Sangat sepele malahan. Yang membuatnya tak sepele adalah pembicaraanku dengan seorang kawan tentang hal itu sebelumnya. Jika ada yang bilang itu adalah hal biasa, aku bisa lumrah. Banyak kejadian yang kebetulan seperti itu di dunia. Tetapi karena ini kualami sendiri, aku jadi berpikiran beda.

Saat kita berkata dalam hati tentang suatu keinginan yang menyesak dan itu ikhlas, saat itu juga kita sedang memanjatkan doa yang benar-benar tulus dari dalam hati. Murni tanpa campuran apapun, sehingga mustajab doanya. Walaupun dalam kasus ini yang kuminta hanya sekedar bertemu bule, sangat mudah bagi Allah untuk mengabulkan doa yang benar-benar tulus dari dalam hati. Sekali lagi, walaupun itu hal yang sangat sepele sekalipun. Jika hal yang sepele saja dikabulkan, bagaimana jika keinginan itu berkenaan dengan perjuangan untuk menegakkan panji-panji Islam? [gea]



Bulan suci Ramadhan telah datang. Pintu-pintu pahala telah dibukakan. Pun dengan syaithan yang telah dibelenggu dari melancarkan godaan. Tentu saja bagi kita, umat muslim, ini adalah kesempatan yang baik untuk beribadah semaksimal mungkin. Karena Allah swt. akan melipat gandakan amalan-amalan yang kita kerjakan.

Sudah sewajarnya jika kita ingin maksimal dalam beribadah, kita mencari kondisi yang kondusif untuk menjalankan segala amalan-amalan yang diperintahkan. Mulai dari yang wajib, hingga yang sunnah.
Sayangnya, ada saja faktor yang menyebabkan upaya kita dalam beribadah menjadi terhambat. Salah satunya adalah faktor media. Khususnya adalah media televisi. Bisa kita lihat, banyak stasiun televisi yang programnya berubah haluan menjadi program-program Ramadhan. Mulai dari humor ramadhan, konser ramadhan, sinetron ramadhan, dan beberapa acara yang sama sekali tak ada hubungannya dengan ramadhan.

Masih bisa ditoleransi jika acara-acara yang disiarkan adalah acara tausiyah, kultum, forum kajian bersam. Tetapi pantaskah disajikan lawakan segar ketika seorang muslim diharuskan untuk lebih maksimal dalam beribadah? Apakah juga pantas acara musik mengiringi deru syahdu dzikir dari mulut orang-orang yang berpuasa? Elokkah jika sinetron dengan embel-embel ramadhan membuat orang yang hendak pergi tarawih mengurungkan niatnya? Tentu saja semua itu jawabannya tidak. Tetapi televisi bukanlah sesuatu yang bisa dimaki. Ia hanya diam ketika kita memarahinya sekalipun. Oleh karenanya, kita bisa saja secara tak sadar ikut hanyut dalam hiburan yang tak jelas maksud dan tujuannya itu.

Inilah yang dinamakan tipu daya media. Para stasiun televisi tidak akan peduli dengan dampak yang ditimbulkan oleh tayangan mereka. Mereka hanya bisa melihat, ramadhan adalah lahan yang pas untuk merelease program ini dan itu. Keuntunganlah yang mereka cari. Sedangkan kita yang bertindak sebagai korban, akan terjebak dalam ghazwul fikri. Suatu serangan pikiran yang halus, dengan kedok yang menarik, dan tentu saja cukup melenakan.

Mungkin secara tampilan luar acara-acara tersebut tidak akan menggangu kegiatan Ramadhan kita. Sebab pihak penyelenggara acara telah mengatur agar program tersebut sejalan dengan suasana Ramadhan. Walaupun beberapa acara terkesan dipaksakan. Inilah yang perlu kita waspadai. Jangan sampai waktu ibadah kita habis untuk melihat tayangan-tayangan yang sangat kurang dari segi manfaatnya.

Tips-tips Agar Terhindar Dari Fitnah Media

1. Buat Skala Prioritas
Jika kita sudah tahu selama Ramadhan apa saja yang harus dikerjakan, insyaAllah acara-acara yang kurang bermanfaat dengan sendirinya akan tereliminasi dari daftar tunggu kegiatan kita.

2. Al-Qur’an Sebagai Pegangan
Di bulan Ramadhan, kebanyakan dari kita biasanya sudah menyediakan waktu khusus untuk tadarrus. Tetapi tidak ada salahnya jika kita mengambil waktu insidental untuk membaca kalam Ilahi tersebut. Itu juga sebagai upaya agar dalam satu Ramadhan, kita bisa mengkhatamkan hingga 30 juz. Apabila kita telah mengkhatamkannya sebelum Ramadhan berakhir, lebih baik lagi jika kita mengulang kembali ataupun memurajaah hafalan yang sudah didapat. Dengan adanya ketergantungan dengan Al-Qur’an, selonggar apapun waktu kita, insya Allah akan selalu ada manfaatnya.

3. Media Sebagai Penunjang Ibadah
Ini yang perlu kita tancapkan dalam pikiran. Jika kita sudah berpikir bahwa media itu penunjang ibadah, secara otomatis acara-acara yang jauh dari manfaat akan bisa kita hindari. Lebih baik jika kita melihat televisi hanya untuk melihat program tausiyah, kultum dan acara semacamnya, daripada melihat sinetron yang tidak jelas manfaat apa yang bisa diambil. Tetapi jika itu bisa untuk media refreshing, sekali-sekali tidak apa-apa. Asal yang kita tonton tidak bermudharat dan melenakan.
Semoga beberapa tips di atas bisa membuat kita lebih maksimal dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan ini. Dan semoga media apapun tidak sampai membuat kita lupa waktu, sehingga membuat ibadah kita menjadi terganggu. [gea]




A beautiful and blinding morning
The world outside begins to breathe
See clouds arriving without warning
I need you here to shelter me

And I know that only time will tell us how
To carry on without each other

So keep me awake to memorize you
Give me more time to feel this way
We can't stay like this forever
But I can have you next to me today

If I could make these moments endless
If I could stop the winds of change
If we just keep our eyes wide open
Then everything would stay the same

And I know that only time will tell me how
We'll carry on without each other

So keep me awake for every moment
Give us more time to be this way
We can't stay like this forever
But I can have you next to me today

We'll let tomorrow wait, you're here, right now, with me
All my fears just fall away, when you are all I see

We can't stay like this forever
But I have you here today

And I will remember
Oh I will remember
Remember all the love we shared today 



Tahun ajaran baru dimulai. Berbagai instansi pendidikan mengawali kembali jurnal kerjanya. Bagi sebagian siswa, inilah masa orientasi untuk menentukan masa depan. Mereka adalah para bibit baru, yang baru saja mencicipi atmosfer pendidikan di jenjang yang lebih tinggi.

Khususnya bagi jenjang pendidikan menengah, saat awal seperti inilah waktu yang pas untuk menyampaikan prolog dari perjalanan panjang mereka selama beberapa tahun ke depan. MOS tidaklah cukup untuk menggenapkan prolog tersebut. MOS sebenarnya adalah sarana adaptasi bagi siswa baru. Jadi materi-materi yang ada di dalamnya hanyalah untuk sarana penunjang. Materi itupun adalah materi yang masih sangat dasar. Butuh orientasi-orientasi berikutnya yang diharapkan mampu menjaga semangat siswa baru untuk menjalani aktivitasnya.

Kebutuhan Organisasi

Beragam kegiatan (organisasi dan ekstrakurikuler) tersedia di sekolah. Mulai dari kegiatan kerohanian, sosial, sampai yang berhubungan dengan alam, semuanya tersedia. Bagi siswa baru, tentunya saat-saat seperti ini adalah waktu yang pas untuk mengeksplorasi bakat dan minat mereka. Oleh karena itulah keragaman kegiatan ini menjadi hal yang wajib bagi sekolah yang ingin siswanya aktif dan berkembang.
Kegiatan itulah yang menjadi orientasi bagi siswa setelah mereka menjalani pembelajaran secara efektif. Dengan sedikit memberikan ruang bagi siswa untuk berorganisasi dan berkreasi, dampak yang dihasilkan akan sangat luar biasa bagi perkembangan siswa.

Itu dikarenakan, kegiatan-kegiatan tersebut sangat banyak manfaatnya. Bisa dimulai dari masalah kemandirian. Siswa yang banyak menghabiskan waktu di meja belajar jelas kalah saing dibandingkan siswa yang setiap harinya dipertemukan dengan permasalahan pelik organisasi. Mereka yang belajar dari organisasi mungkin akan kehilangan banyak waktu belajar, tetapi kompetensi mereka di bidang itu belum tentu kalah oleh mereka yang setiap hari berkutat dengan buku-buku.

Siswa yang sudah terbiasa berorganisasi, akan mampu untuk mengatur jadwal mereka. Itu dikarenakan tempaan yang diterima ketika mereka berorganisasi menuntut mereka untuk bersikap dewasa. Memang mungkin awalnya bagi yang belum terbiasa berorganisasi akan keteteran dalam banyak hal. Tetapi disanalah titik pembelajarannya. Masalah yang sering mereka terima akan membuat kedewasaan mereka terasah. Otak akan mampu merekam setiap kejadian yang bagi mereka adalah titik balik suatu permasalahan. Dengan begitu, ketika mereka dihadapkan dalam kondisi fokus ke mata pelajaran, mereka akan cepat beradaptasi.
Sedangkan mereka yang hanya menitik beratkan fokus pada pelajaran, akan terpecah konsentrasi jika berhadapan dengan masalah pelik yang bisa datang sewaktu-waktu. Masalah yang mungkin sering muncul adalah masalah dengan teman sepermainan. Mereka akan sulit sekali memecahkan masalah dan cenderung untuk menyimpan masalah itu. Jika sudah begini, kebutuhan sosial mereka akan sulit terpenuhi. Apalagi jika tekanan dari orangtua, guru, dan pihak instansi datang. Mereka hanya akan bisa menggigit jari dan bertanya pada buku-buku mereka yang diam membisu.

Partisipasi Sekolah

Tentu sebagai lembaga yang menjadi wadah bagi siswa untuk menuntut ilmu, sekolah telah menyediakan lapangan kegiatan bagi siswa semisal ekstrakurikuler. Banyak sekali ekstrakurikuler yang bisa diikuti oleh siswa. Bahkan terkadang, ada sekolah yang mewajibkan satu anak mengikuti satu ekskul. Sebenarnya program ini sangat bagus untuk dilaksanakan. Namun ada hal yang perlu dipertimbangkan lagi, adalah sistem pengelelolaan ekstrakurikuler tersebut. Sayangnya, dari sekian banyak sekolah yang mewajibkan kegiatan ekstrakurikuler, masih banyak yang tak mengidahkan sistem pengelolaan ini.

Banyak sekolah memberlakukan kewajiban ekstrakurikuler, tetapi mereka melupakan kontrol terhadap siswa mereka yang hanya titip absen saja. Titip absen di sini bukanlah titip absen dalam arti sebenarnya dimana mereka membolos dari kegiatan. Lebih parah lagi, mereka titip absen dalam arti ikut kegiatan tetapi hanya ikut-ikutan. Tidak bisa mengambil manfaat dari kegiatan itu sendiri. Jika sudah begini, masalah keefektifan perlu dipertanyakan lagi.
Banyak iming-iming hukuman yang dilayangkan sebagai ancaman bagi yang tidak hadir dalam kegiatan sekolah. Tetapi nyatanya, hukuman itu hanya dijadikan sebagai wacana. Mereka lebih menuruti kata orangtua siswa yang tak bermental mendidik, agar anaknya tidak ditindak tegas akan kelalaian mereka. Ya, setidaknya ada peringatan secara khusus, tetapi sampai saat ini tidak ada tindakan sama sekali.

Jika tujuan sekolah itu mendidik, mereka seharusnya tak hanya menyediakan lahan untuk berorganisasi, tetapi juga mengontrol berlangsungnya kegiatan tersebut. Banyak pembina yang menyerahkan urusan itu kepada pengurus-pengurus ekskul yang juga masih berstatus sebagai siswa. Padahal di sini jelas, tugas siswa adalah untuk melaksanakan, bukan mengontrol.

Namun ketika siswanya bekerja tanpa kontrol, selalu ada saja alasan bagi para pembina untuk menyalahkan keputusan atau pekerjaan mereka. Ada yang salah, kurang ini, kurang itu, bisanya hanya menyalahkan tanpa memberi solusi. Ambil contoh saja kegiatan Sie Kerohanian Islam. Kita tahu bahwa pengajaran akan akhlak dan kepribadian adalah suatu kewajiban. Sedangkan dalam kasus ini, SKI adalah wadah bagi siswa untuk memantabkan akhlak dan kepribadian mereka. Namun masih banyak juga sekolah yang seolah-olah menghambat kegiatan ekstra yang satu ini.

“Ekstrimis, fanatik, sesat!” Mungkin itulah kata-kata yang sering dilontarkan oleh pihak sekolah. Mereka terlalu awal untuk menyimpulkan seperti itu. Akhirnya banyak siswa yang beranggapan kalau yang namanya SKI ekstrim, fanatik, dan sesat. Jadi, sebenarnya yang mencitrakan SKI seperti itu kan mereka sendiri.

Wajar jika dari sekolah timbul kekhawatiran akan hal-hal di atas. Memang seharusnya pihak lembaga menjaga anak didiknya jangan sampai terjerumus ke dalam hal-hal yang seperti itu. Namun jika tindakannya tanpa strategi seperti itu, sama saja mundur sebelum melangkah. Ini ibaratnya seseorang yang tidak mau membuka kado yang diberikan oleh orang lain, hanya karena kecurigaan semata. Padahal isi kado tersebut adalah sebatang emas yang mungkin sangat berguna bagi kehidupan orang tersebut.

Inilah sikap yang sangat tidak mendidik dari pihak sekolah. Saking hati-hati dan curiganya, mereka sampai kehilangan sesuatu yang sangat berharga setelah itu tersedia di depan mata.

Lembaga kan seharusnya mampu mengkomunikasikan tentang kekhawatirannya itu dengan pihak siswa. Mereka juga seharusnya memberikan pengetahuan kepada siswa, bagaimanakah ekstrim itu, bagaimana juga fanatik dan sesat itu. Itulah hal yang seharusnya dilakukan oleh pihak lembaga sekolah. Bukannya langsung over-protective dengan mengorbankan hak siswa atas kebutuhan rohani mereka.

Pun jika pihak sekolah telah mengizinkan kegiatan tersebut, mereka juga tak boleh melepas penjagaan mereka. Apabila nanti ada hal yang tidak diinginkan, lagi-lagi siswanya yang disalahkan. Padahal itu adalah salah sekolah yang kurang antisipatif. Kasus-kasus itu tak hanya terjadi di kegiatan rohani. Banyak organisasi dan ekstrakurikuler yang diperlakukan seperti itu.

Kesimpulannya, organisasi adalah kebutuhan setiap siswa. Mereka berhak untuk mendapatkan dukungan dari pihak sekolah akan kebutuhan itu. Selain itu, untuk menjaga kreatifitas dan aktifitas siswa tetap berjalan dengan lancar, sekolah harus memberikan wadah yang cukup dan menuruti apa mau siswa selama itu masih dalam lingkup yang dibenarkan. Walau telah menuruti apa mau siswa, sekolah juga tidak serta merta lari dari tanggung jawabnya. Tugas mereka adalah mengontrol kegiatan siswa berjalan lancar. Tidak terlalu menekan, tetapi tidak pula terlalu melepaskan. [gea]


GO GREEN: Video Malaikat Turun Ke Atas Kabah