twitter



Malu dalam Cinta: Azzam - Anna
...Hati Azzam berbunga -bunga. Ada rasa sejuk yang tiba-tiba menyelinap ke dalam dadanya. Namun ia tiba tiba diserang rasa ragu.

“Apa saya pantas melamarnya Pak? Apa saya pantas untuknya? Saya ini S.1 saja sudah sembilan tahun belum juga selesai. Dan apa prestasi saya? Apa yang bisa saya andalkan? Membuat tempe? Apa ada kiai yang mau anaknya menikah dengan penjual tempe?”...[1]

Tahu cuplikan ini?

Jika tidak tahu, bersiap-siaplah untuk dikatai sebagai ikhwah kurang gaul. (maaf lho!). Dan dalam pembahasan saya nanti, saya akan sedikit banyak menukil isi dari novel karya Habiburrahaman El-Shirazy ini. Karena memang, khazanah cinta saya, terbangun melalui novel Ketika Cinta Bertasbih. 

Kembali ke laptop! Ya, cuplikan di atas merupakan salah satu cuplikan dari Mega-Novel Ketika Cinta Bertasbih episode 1. Novel tersebut berisi kisah romantis, yang dibingkai dengan latar belakang Islam. Dan darinya, saya banyak mendapatkan pelajaran tentang cinta kasih antar lawan jenis, ketekunan, keikhlasan, kesucian jiwa dan raga.

Langsung saja kita bahas cuplikan tersebut. Ketika Azzam mendengar hal tentang gadis yang bernama Anna Althafunnisa, hatinya menjadi berbunga. –lihatlah! Walau si Azzam tak melihat secara langsung, dan hanya mengetahui features Anna Althafunnisa dari penuturan Pak Ali, ia bisa merasakan yang namanya getaran cinta- Tapi senyumnya tak terkembang lama, ia merasa jadi rendah diri melihat siapa dirinya.
Malu merupakan pangkal rendah diri jika saya menyebutkan. Kenapa, ia tak mampu tegak memandang apa yang ada di depannya, walau ia belum tahu seberapa porsi yang di sajikan untuknya. Azzam jadi rendah diri memendengar tentang prestasi, latar belakang keluarga Anna, kehalusan budi, dan kecantikannya yang konon katanya bak bidadari.

Di sini jelas, Kang Abik menggambarkan hati Azzam yang berbunga, menandakan ada cinta di hatinya. Azzam sendiri sadar, ia sedang mencintai seseorang. Tetapi tak sekedar cinta, ia juga sadar bahwa ia merasa tidak pantas untuk melamar Anna. Jadi ada pertentangan dalam diri Azzam sebenarnya.

Lihatlah, diawal ia sudah pesimis. Dirinya yang hanya penjual tempe, dan belum juga lulus S1, padahal sudah sembilan tahun kuliah di Al-Azhar, mana pantas melamar putri kyai, calon S2 lagi.

Nah lho, Azzam saja mengaca terlebih dahulu sebelum memasukkan Anna Althafunnisa dalam hatinya. Istilah saya sendiri, ‘tak menanam benih padi di sawah yang belum dibajak.’ Lha iya, kalau menanam benih padi di sawah yang belum dibajak, nanti dimarahi sama pak taninya. Begitu juga dengan cinta, kalau kita tak meletakkannya di tempat dan waktu yang benar, Sang Pemilik Cinta akan jadi murka.

Inilah Malu dalam Cinta yang saya maksud. Ketika seseorang memendam hasrat mencintai seseorang, seharusnya ia lebih jeli dalam menakar diri. Menakar dalam arti, meletakkan cinta itu lebih tepat. Timbulnya aturan takaran yang berasal dari rasa malu itu, akan mendesak standardisasi pada setiap orang untuk benar-benar tepat dalam memilih cintanya. Tak hanya pada ‘siapa’, tetapi juga pada ‘kapan’ dan ‘di mana’. 

Sedangkan untuk pertanyaan ‘kenapa’ dan ‘bagaimana’nya, saya akan langsung menunjuk mushaf al-Qur’an, dan meminta seseorang membukanya pada Q.S ar-Ruum ayat 21.

Seperti meletakkan sejumput gula pada minuman yang terlalu masam. Menyeimbangkan perasaan cinta yang membuncah, dengan rasa malu yang tak terbantah. Ini akan menjaga kita dari fitnah cinta yang kejam. Fitnah yang mampu mengurai dekapan ukhuwah kita.

Jadi untuk para pencari cinta, hendaknya malu tetap dijadikan salah satu prioritas utama untuk menjaga akhlak. Rasulullah bersabda, Kalau kamu sudah tidak punya malu lagi, lakukanlah apa yang kamu kehendaki.” (HR. Bukhari)

Saya merasa ada sindiran kepada orang yang sukanya berbuat seenaknya, dalam hadits ini. Kalau orang jawa bilang, nom-noman gak duwe unggah-ungguh, muda tapi tidak punya sopan santun. Mau dikatai begitu sama orang tua kita? Apalagi ini yang menyindir Rasulullah lho. Malu!


[1] Habiburrahman El-Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih eps. 1 Bab 1

0 comments:

Post a Comment